
Banjarnegara–Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) di MTs Negeri 1 Banjarnegara sudah memasuki hari ketiga (Kamis, 17 Juli 2025). Sejalan dengan juknis pelaksanaan Matsama 2025, salah satu materi yang harus disampaikan kepada seluruh peserta Matsama adalah tentang “Madrasahku Surgaku” yang memiliki tujuan supaya peserta turut berperan serta dalam menciptakan lingkungan belajar dan suasana madrasah yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindakan bulliying/kekerasan, tindak intoleran, pelecehan seksual dan penggunaan rokok dan narkoba.
Untuk menyampaikan materi edukatif mengenai tema tersebut Madtsansa menghadirkan Gones Saptowati, Psikolog di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara.
Bertempat di masjid Darul Ulum MTs Negeri 1 Banjarnegara, Gones Saptowati menyampaikan materi berjudul Kenali, Hindari, Laporkan: Bersama Cegah Kekerasan di Madrasah.
Materi diawali dengan memberikan gambaran bagaimana kasus-kasus bullying sudah marak terjadi di dunia pendidikan. Gones mengajak sama-sama membuka mata terhadap isu-isu bullying dan kekerasan yang berujung tindak bunuh diri. Peserta diajak aktif berdialog,dan Gones sering melempar banyak pertanyaan kepada para peserta. Banyak peserta dengan percaya diri menjawab dan tak ragu untuk maju kedepan.
“Bisa jadi karena kekerasan yang dialami terus karena depresi dan stres berat, jadi dia banyak pikiran tidak kuat akhirnya memilih bunuh diri” begitu jawab Farhan salah satu peserta Matsama ketika ditanya kenapa anak 15 tahun memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Gones selalu mengajak peserta untuk memberikan apresiasi kepada siapa saja yang dengan berani menjawab atau maju. Peserta diberi beberapa soal untuk mengetahui sejauh mana pemahaman tentang tindak kekerasan. “emosi berlebih, suka marah dan tidak dapat mengendalikan diri.” Jawab salah satu peserta.
Menurut Gones, data tentang tindak kekerasan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa 7 dari 10 anak pernah mengalami kekerasan.
“Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang bersifat memaksa, menyakiti, atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan juga dapat diartikan sebagai tindakan yang menggangu dan melanggar hukum serta melibatkan kekuatan atau ancaman untuk melukai, merugikan ataupun mengintimidasi orang.” terangnya.
“Kekerasan secara fisik contohnya mendorong, menendang memukul” jawab beberapa peserta dengan lantang. Selain itu, “kekerasan secara psikologis contohnya seperti merendahkan, meremehkan, mengintimidasi’” sambung Gones.
“Salah satu contoh sederhana kekerasan seksual, adalah ketika segerombol anak melakukan cat calling. Saya sering mendapat aduan kekerasan seksual terhadap anak, beberapa anak dirayu, digrooming lewat media sosial yang dapat berujung pada kekerasan fisik, biasanya anak juga diancam oleh pelaku. Nah, dampaknya ini bisa sangat buruk, bisa terjadi yang namanya trauma” jelas Gones.
“Ada seseorang mendapat kekerasan seksual kira-kira 4 tahun lalu. Tapi traumanya masih hidup sampai sekarang, anak itu sering mengalami mimpi buruk. Artinya dampaknya bisa sepanjang hayat. Dampaknya juga bisa pada prestasi, kasus sodomi anak kelas 1 sd. anak ini juga mengalami agresifitas dan kata-kata kasar. Korban juga mengalami rendah diri (low self esteem) dan bisa akan bertambah buruk lagi ketika korban melakukan self harm. Untuk itu kita disini sebagai agen perubahan untuk stop kekerasan” Gones menceritakan.
Ada 3 hal yang bisa menjadi ciri kemungkinan seseorang mengalami kekerasan. Pertama apabila terjadi perubahan perilaku dan emosi, kedua adanya perubahan fisik dan yang ketiga ketika dia tidak mampu menjelaskan apa yang dialami.
Kegiatan dilanjut pembagian kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan upaya pencegahan kekerasan di sekolah, program pencegahan serta bagaimana alur pelaporan tindak kekerasan. Salah satu kelompok mempresentasikan hasilnya, bahwa untuk mencegah kekerasan dapat dilakukan edukasi tentang upaya mencegah kekerasan, lalu melaporkan ke guru bk apabila terjadi kekerasan.
Pesan penting yang Gones titipkan adalah hasil diskusi yang telah dilakukan dapat dibawa masing-masing anak sebagai upaya mencegah kekerasan di sekolah maupun di masyarakat secara luas. “mari ciptakan madrasah yang aman dan nyaman dengan stop kekerasan!!, MADTSANSA.. semakin mendunia!” penuih semangat Gones menyampaikan pesan itu. (Han)